Tragedi Kabut Asap
Tragedi yang sedang marak di perbincangkan di masyarakat
maupun media social dan stasiun tv. Indonesia sedang banyak di rundung musibah
pada tahun 2015 ini dengan tragedy kabut asap di Sumatra hingga menyebar ke
tetangga sebelah yaitu Singapore. Musibah yang tidak sembarang ini sudah
beberapa bulan mengesahkan warga sekitar yang terkena kabut asap khusus nya
pulau Sumatra seperti jambi, pekanbaru dan sekitarnya. Berikut kulasan tragedy
kabut asap pada wilayah pekanbaru.
Pekanbaru – menurut
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menyatakan
pada pagi ini terdapat 1.199 hotspot atau titik panas di Pulau Sumatera. Riau
hanya terdapat 6 titik, namun kembali diselimuti kabut asap kiriman yang
terpantau terparah dalam beberapa pekan terakhir.
Kondisi terparah terjadi di 4 kabupaten dan kota, seperti
Kota Pekanbaru yang jarak pandangnya hanya 300 meter pada pukul 07.00 WIB tadi,
Rengat 100 meter, Dumai 300 meter dan Pelalawan 100 meter, dapat dipastikan
akan menganggu aktivitas penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II
Pekanbaru dan Bandara Pinang Kampai, Kota Dumai.
kabut asap yang menyelimuti sebagian besar wilayah Riau
adalah akibat kebakaran lahan yang masih terjadi di Pulau Sumatera saat ini.
Dari pencitraan Satelit Modis menggunakan sensor Terra dan Aqua, jumlah hotspot
di Sumatera pagi ini meningkat tajam menjadi 1.199 titik.
Sumatera Selatan menjadi daerah dengan titik panas terbanyak
dengan 1.045 titik, diikuti Jambi 96 titik, Lampung 35 titik, Bangka Belitung
15 titik, Riau 6 titik, Kepulauan Riau dan Sumatera Utara masing-masing 1
titik.
Pada bagian ini curahan hati warga pekanbaru yang merindukan
suasana hangatnya mentari pagi dan sejuknya awan langit biru yang kini sedang
di tutup oleh tragedi kabut asap. Semoga curahan hati mereka di dengar oleh
Yang Maha Kuasa dan Maha Mendengar, amin.
Dengan penuh perasaaan untuk mencurahankan keadaan yang
mereka sedang alami dan rasanya begitu sesak. Saat oksigen harus berganti
dengan karbon monoksida, unsur berbahaya dari dampak kebakaran hutan dan lahan.
Bukan hitungan jam, tapi sepanjang siang dan malam tanpa henti. Sesaknya
sungguh tak terperi.
Di Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau, anak-anak sudah hampir
sebulan tidak merasakan bangku sekolah. Tinggal di rumah pun, asap menyerbu
hingga ke kamar-kamar.
Riau pun makin terisolir. Bandara Sultan Syarif Kasim II
Pekanbaru masih lumpuh total. Masyarakat pun mulai merindukan indahnya langit
biru.
Akun-akun media sosial warga Riau, hingga Rabu (30/9) pagi,
masih didominasi curahan hati, caci maki hingga nada kepasrahan. Penyebanya
adalah bencana asap yang tak hilang, hampir dua bulan ini.
“Wahai langit biru, dimanakah kamu? Karena asap, kami takut
lupa seperti apa indahnya langit,”
Tak hanya masyarakat biasa, Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy
Jusman, yang selalu getol memantau perkembangan penanganan asap, juga dibuat
tak berdaya. Kekesalannya pun diluahkan dalam status face book pagi ini, yang mengecam
lambannya penanganan dari pemerintah pusat, sementara ribuan korban terus
berjatuhan setiap harinya.
“Saya sebagai pribadi, ingin memisahkan diri dari NKRI.
Bukan karena saya tak punya rasa kebangsaan. Tapi karena kalian di pusat, tak
merasakan kami ini bangsa Indonesia,”
BMKG Pekanbaru melansir, jarak pandang hanya berkisar 50-100 meter di Ibukota Riau. Hingga
saat ini korban akibat asap dari 12 kabupaten dan Kota di Provinsi Riau, sudah
tembus 43 ribu jiwa.
Di Kota Pekanbaru saja, korban terpapar asap sudah lebih
dari 4 ribu jiwa, mayoritas terkena ISPA. Riau sendiri sebenarnya bukan
penghasil titik api.
Jumlah titik api di Provinsi ini relatif kecil bahkan
kemarin mencapai titik nol. Asap pekat yang bertahan dua pekan ini, berasal
dari kebakaran lahan di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Jumlahnya mencapai
ratusan titik api.
Status Riau sendiri hingga saat ini masih tanggap darurat
pencemaran udara akibat asap. Tenda-tenda kesehatan dan lokasi evakuasi sudah
disiapkan, namun hampir semua tempat dipenuhi asap. Sebanyak 6,3 juta rakyat
Riau harus kemana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar